Selamat Hari Pangan Sedunia 2022, Inilah Alternatif Pangan Masa Depan

Oleh
Team Unisa
/
15 October 2022
News Image

Peringatan HPS mulai tahun 1981 dilaksanakan setiap tanggal 16 Oktober, sesuai dengan hari didirikannya Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu pada tanggal 16 Oktober 1945 di Quebec City, Canada. Hari Pangan Sedunia atau world food day diinisiasi sebagai bentuk perhatian bahwa semakin rawannya krisis pangan di dunia. Pada tahun 2050, populasi diperkirakan akan mencapai 9,7 miliar dan memastikan ketahanan pangan global akan menjadi prioritas. Produksi pangan harus ditingkatkan agar dapat memberi makan penduduk dunia tahun 2050.

Menurut Valoppi dkk (2021) dalam artikelnya yang berjudul Insight on Current Advances in Food Science and Technology for Feeding the World Population menjelaskan bahwa cellular agriculture atau pertanian seluler bisa menjadi alternatif sumber pangan masa depan untuk mendukung ketahanan pangan. Pola makan juga harus berubah dan tidak terlalu bergantung pada produk hewani, termasuk lebih banyak produk berbasis tanaman, serangga, dan mikroalga.

Celluar agriculture adalah teknik pertanian dengan memanfaatkan kombinasi bioteknologi, rekayasa jaringan, biologi molekuler, dan biologi sintetik dalam memproduksi protein, lemak, dan jaringan. Teknik ini dapat dilakukan dengan sedikit atau tanpa keterlibatan hewan yaitu melalui rekayasa jaringan dan fermentasi (Stephens et al., 2018). Dalam proses rekayasa jaringan, sel-sel yang dikumpulkan dari makhluk hidup hewan dibiakkan menggunakan teknik mekanis dan enzimatik untuk menghasilkan serat jaringan untuk dikonsumsi sebagai makanan. Jadi kita dapat memproduksi daging tanpa hewan yang dikenal dengan istilah lab meat atau alternative meat.

Sebagian besar produksi dalam cellular agriculture difokuskan pada produk hewani seperti daging sapi, ayam, ikan, lobster, dan protein untuk produksi susu dan telur. Dibandingkan dengan daging tradisional, produksi daging hasil pertanian seluler dapat mengurangi permintaan untuk produk ternak, menciptakan varian nutrisi baru bagi masyarakat dengan pembatasan diet, serta mendukung kontrol dan desain komposisi, kualitas, dan rasa produk. Selain itu, cellular agriculture dapat mengurangi kebutuhan lahan, biaya transportasi, produksi limbah, dan emisi gas rumah kaca. Kelebihan lainnya adalah kegiatan produksi terkontrol sehingga dapat menghilangkan keberadaan unsur-unsur yang tidak diinginkan, seperti kolesterol, lemak jenuh, mikroorganisme, hormon, dan antibiotik.

Sumber alternatif pangan masa depan berikutnya adalah serangga. Beberapa masyarakat di dunia telah memanfaatkan serangga sebagai bahan pangan. Serangga tradisional dikonsumsi dalam berbagai bentuk (mentah, dikukus, dipanggang, diasap, digoreng, dll.) oleh populasi di Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dan Asia (Melgar-Lalanne dkk., 2019). Beberapa masyarakat belum menerima serangga sebagai bahan makanan karena bentuknya dan bahkan ada yang mengalami neofobia terhadap serangga. Oleh karena itu perlu inovasi dan pengolahan lanjutan agar produk pangan dari serangga dapat diterima secara sensori. Beberapa teknologi digunakan untuk mengubah biomassa serangga menjadi bahan pangan, meliputi proses pengeringan dan metode ekstraksi.

Baru-baru ini, bubuk jangkrik ditambahkan dalam pasta yang dapat meningkatkan kadar protein, lemak, dan mineral (Duda et al., 2019). Senyawa kitin diekstrak dari kerangka luar serangga yang merupakan prekursor untuk turunan bioaktif seperti kitosan ternyata berpotensi dalam mencegah dan mengobati penyakit (Azuma et al., 2015). Kitin yang diproses juga dapat digunakan sebagai pengemulsi yang baik (Xiao et al., 2018), yang dapat diaplikasikan pada produk yogurt, krim, es krim, dll. Serangga utuh, bubuk serangga, dan produk makanan dari serangga seperti snack beraroma, energi bar dan shake, dan permen sudah dikomersialkan di seluruh dunia.

Sumber pangan lainnya yang memiliki potensi besar tetapi belum dimanfaatkan secara optimal yaitu mikroalga. Alga dan mikroalga merupakan sumber nutrisi di negara-negara Asia yang dapat dikonsumsi langsung atau sebagai ekstrak. Spirulina dan Chlorella adalah spesies mikroalga yang paling banyak digunakan dan telah diakui oleh Uni Eropa untuk digunakan dalam makanan. Mikroalga tersebut kaya protein (phycocyanin), asam lemak esensial, vitamin, mineral, antioksidan, dan pigmen (Sathasivam et al., 2019).

Selanjutnya adalah penambahan serat pada diet pangan juga diperlukan sebagai alternatif sumber pangan masa depan. Serat yang larut air (pektin dan hidrokoloid) dan tidak larut (polisakarida dan lignin) biasanya bersumber pada buah-buahan, sayuran, sereal, dan biji-bijian. Diet makanan rendah serat terutama di negara Barat membuat inovasi suplemen tinggi serat dan permintaan tiap tahun semakin tinggi. Disamping manfaat Kesehatan, serat juga berkontribusi pada pembentukan struktur dan tekstur (Aura and Lille, 2016).

Sayangnya, mengubah kebiasaan produksi dan konsumsi makanan bukanlah proses yang mudah, karena harus efisien, berkelanjutan, dan layak secara ekonomi. Produk makanan baru harus bisa diterima secara budaya dan sosial, dapat diakses secara ekonomi, serta memiliki rasa yang enak. Selain itu, produk makanan baru harus bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatan konsumen.

Alternatif sumber pangan baru ini termasuk hasil rekayasa lab, pangan dari serangga, dan pangan dari mikroalga membutuhkan penelitian dan pengembangan lanjutan. Selain itu perlu persetujuan menyangkut komposisi, stabilitas, alergenisitas, dan toksikologi harus dievaluasi untuk setiap makanan atau bahan makanan baru. Penilaian peraturan tersebut bertanggung jawab untuk menjamin bahwa makanan dan bahan makanan baru aman untuk dikonsumsi manusia. Selamat hari pangan sedunia tahun 2022, semoga tinjauan ini bisa menjadi informasi untuk pengembangan sumber pangan masa depan dalam mendukung program ketahanan pangan.

 

Daftar Pustaka

Aura, A. M., and Lille, M. (2016). Wood Components to Boost the Quality of Food Products. VTT – Technical Research Center of Finland Ltd. Available online at: https://news.cision.com/vtt-info/r/wood-components-to-boost-thequality-of-food-products.c2020810

Azuma, K., Nagae, T., Nagai, T., Izawa, H., Morimoto, M., Murahata, Y., et al. (2015). Effects of surface-deacetylated chitin nanofibers in an experimental model of hypercholesterolemia. Int. J. Mol. Sci. 16, 17445–17455. doi: 10.3390/ijms160817445.

Duda, A., Adamczak, J., Chelminska, P., Juszkiewicz, J., and Kowalczewski, P. (2019). Quality and nutritional/textural properties of durum wheat pasta enriched with cricket powder. Foods 8:46. doi: 10.3390/foods8020046.

Melgar-Lalanne, G., Hernández-Álvarez, A. J., and Salinas-Castro, A. (2019). Edible insects processing: traditional and innovative technologies. Compr. Rev. Food Sci. Food Saf. 18, 1166–1191. doi: 10.1111/1541-4337.12463.

Sathasivam, R., Radhakrishnan, R., Hashem, A., and Abd Allah, E. F. (2019). Microalgae metabolites: a rich source for food and medicine. Saudi J. Biol. Sci. 26, 709–722. doi: 10.1016/j.sjbs.2017.11.003

Stephens, N., Di Silvio, L., Dunsford, I., Ellis, M., Glencross, A., and Sexton, A. (2018). Bringing cultured meat to market: technical, socio-political, and regulatory challenges in cellular agriculture. Trends Food Sci. Technol. 78, 155–166. doi: 10.1016/j.tifs.2018.04.010

Valoppi F, Agustin M, Abik F, Morais de Carvalho D, Sithole J, Bhattarai M, Varis JJ, Arzami ANAB, Pulkkinen E and Mikkonen KS (2021) Insight on Current Advances in Food Science and Technology for Feeding the World Population. Front. Sustain. Food Syst. 5:626227. doi: 10.3389/fsufs.2021.626227

Xiao, Y., Chen, C., Wang, B., Mao, Z., Xu, H., Zhong, Y., et al. (2018). In vitro digestion of oil-in-water emulsions stabilized by regenerated chitin. J. Agric. Food Chem. 66, 12344–12352. doi: 10.1021/acs.jafc.8b03873

Slamet Hadi Kusumah

Mahasiswa S3 Ilmu Pangan IPB University

Dosen Teknologi Pangan UNISA Kuningan

Punya pertanyaan seputar UNISA?

Logo
UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN
Copyright © 2024 UNISA. All rights reserved.
Home Profil Akademik PMB Berita Layanan